Saturday, October 18, 2014

Sistem Rujukan JKN

A.   Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
  1. Pengertian
Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (Naskah Akademik SJSN)
  1. Manfaat
a.  Peserta jaminan kesehatan mendapat jaminan kesehatan meliputi fasilitas primer, sekunder dan tersier, baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
b.   Menjamin kesehatan medis dari administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis seseorang sampai non-medis seperti akomodasi dan ambulan.
c.  Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif, kemudian pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
d. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Di mana pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan, penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan skrining kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan keluhan penyakit.
e.   Menjamin pelayanan kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk pembayar iuran.
  1. Mekanisme Penyelenggaraan
a.    Kepesertaan
1)  Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1).
2)  Penerima manfaat adalah peserta dan anggota keluarga (istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah) sebanyak-banyaknya lima orang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 2). Penerima manfaat dapat diperluas kepada anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua dengan membayar iuran tambahan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 3)
3)  Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1,2,3 ). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.
4)   Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 1 angka 8).
b.   Iuran
1) iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah.
2)  iuran tambahan dikenakan kepada peserta yang mengikutsertakan anggota keluarga lebih dari lima orang.
c.    Manfaat dan Pemberian manfaat
1) Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1) .
2)  Dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 2).
3) Badan penyelenggara jaminan sosial wajib memberikan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 dan penjelasannya).
4)   Layanan rawat inap di rumah sakit diberikan di kelas standar (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4).
5)  Besar pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara badan penyelenggara jaminan kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 1).
6)   Badan penyelenggara jaminan sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak permintaan pembayaran diterima (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 2).
7)  Badan penyelenggara jaminan sosial dapat memberikan anggaran di muka kepada rumah sakit untuk melayani peserta, mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang dan biaya obat-obatan yang penggunaannya diatur sendiri oleh pemimpin rumah sakit (metoda pembayaran prospektif) (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 24 ayat 2).
8)  Badan penyelenggara jaminan sosial menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 25 dan penjelasannya) .
9) Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya ). Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2).

B.  Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional
1.   Pengertian
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal maupun horizontal meliputi sarana, rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (Permenkes 922/2008).
Sistem Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab, timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal atau horizontal, dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang ke unit yang lebih mampu dan wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi.
Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.


2.   Tujuan
Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal.
Adapun tujuan dari regionalisasi sistem rujukan adalah :
a.  Mengembangkan Regionalisasi Sistem Rujukan berjenjang di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b.  Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan
c.  Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin
d.   Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan

3.      Manfaat
a.   Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker), manfaat sistem rujukan adalah membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
b.  Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer), manfaat sistem rujukan adalah meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang; mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
c.   Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin; memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

Adapun manfaat dari regionalisasi sistem rujukan adalah :
a.   Pasien tidak berkumpul  dan menumpuk di RS besar tertentu
b.  Pengembangan seluruh fasyankes di Provinsi dan kabupaten/Kota dapat direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif.
c.  Mendekatkan akses pelayanan masyarakat di daerah terpencil, miskin, dan pperbatasan ke pusat rujukan terdekat.
d.  Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkaan untuk pendidikan tenaga kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.

4.   Ketentuan Umum
a.   Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1)   Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2)   Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
3)   Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
b.   Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
c.   Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
e.   Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
f.  Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
g. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
h.   Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
i.   Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap
j. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
k.  Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1)    pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2)  perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
l.  Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
1)  permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
2) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
3) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
4)  perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan
5.   Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
a.  Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
1)    Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
2)  Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
3)   Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4)  Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
b.   Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
c.   Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
1)   terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
2)   bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
3)   kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
4)   pertimbangan geografis; dan
5)   pertimbangan ketersediaan fasilitas
d.   Pelayanan oleh bidan dan perawat
1)  Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)  Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
e.   Rujukan Parsial
1)  Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
2)   Rujukan parsial dapat berupa:
a)  pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
b)  pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
3)  Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Adapun untuk alur sistem rujukan regional adalah :
a.  Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang  dimula darp Puskesmas, Kemudian RS kelas D atau RS Pratama atau Balai , RS kelas C atau Balai, selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
b.  Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
c. RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS Kelas B atau RS kelas A antar lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan.

6.   Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
a. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan komunikasi yang tersedia agar:
1)  Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
2)  Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
b.   Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan

7.   Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
a.  Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b.  Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
c.  Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 



DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI.2013. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaringan Sosial Nasional. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
BPJS Kesehatan.2013.Panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang.[internet]. Available from: <http://binsos.jatengprov.go.id/file%20pdf/rujukan.pdf[Accessed 06 Oktober 2014].
Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat.2013. Situasi Terkini Kesiapan Jawa Barat Dalam Menyongsong Implementasi JKN  Tahun 2014 [internet]. Available from: <http://www.fk.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/SITUASI-TERKINI-KESIAPAN-JAWA-BARAT-DALAM-MENYONGSONG-IMPLEMENTASI-JKN-TAHUN-2014-dr.Hj_.ALMALUCYATIM.Kes_.M.Si_.MH_.Kes_.pdf> [Accessed 06 Oktober 2014].
Gubernur Jawa Barat.2011. Draft Pergub Sistem Rujukan Pelayanan Kesehaatan. [internet]. Available from: <https://id.scribd.com/doc/238406452/Draft-Pergub-Sistem-Rujukan-Pelayanan-Kesehatan[Accessed 06 Oktober 2014].
Kementerian Kesehatan RI              ,2013.Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasioanal. [internet]. Available from: <buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc....> [Accessed 06 Oktober 2014].

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home