Sistem Rujukan JKN
A. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
- Pengertian
Program
Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program
Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia
dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (Naskah Akademik SJSN)
- Manfaat
a. Peserta jaminan kesehatan mendapat
jaminan kesehatan meliputi fasilitas primer, sekunder dan tersier, baik milik
pemerintah maupun swasta yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
b. Menjamin kesehatan medis dari
administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis seseorang
sampai non-medis seperti akomodasi dan ambulan.
c. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif, kemudian pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
c. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif, kemudian pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
d. Manfaat jaminan kesehatan bersifat
pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Di mana pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian
pelayanan, penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana
dan skrining kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan keluhan
penyakit.
e. Menjamin
pelayanan kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk pembayar iuran.
- Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1) Peserta
adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1).
2) Penerima manfaat adalah peserta dan anggota
keluarga (istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang
sah dan anak angkat yang sah) sebanyak-banyaknya lima orang (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 20 ayat 2). Penerima manfaat dapat diperluas kepada anak keempat dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua dengan membayar iuran tambahan (UU No. 40
Tahun 2004 Pasal 20 ayat 3)
3) Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip
portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan
menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan
pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki
pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak
memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh
Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1,2,3 ). Kesinambungan
kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat dipenuhi dengan
melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.
4) Kepesertaan
mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara asing yang bekerja
paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40 Tahun 2004
Pasal 1 angka 8).
b. Iuran
1) iuran
berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau suatu
jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah.
2) iuran tambahan dikenakan kepada peserta yang
mengikutsertakan anggota keluarga lebih dari lima orang.
c. Manfaat
dan Pemberian manfaat
1) Pelayanan kesehatan diberikan di
fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan
badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1) .
2) Dalam keadaan darurat, pelayanan
kesehatan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja
sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23
ayat 2).
3) Badan penyelenggara jaminan sosial
wajib memberikan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada
di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi
dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3
dan penjelasannya).
4) Layanan rawat inap di rumah sakit
diberikan di kelas standar (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4).
5) Besar pembayaran kepada fasilitas kesehatan
untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara badan
penyelenggara jaminan kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah
tersebut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 1).
6) Badan penyelenggara jaminan sosial
wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta
paling lambat 15 hari sejak permintaan pembayaran diterima (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 24 ayat 2).
7) Badan penyelenggara jaminan sosial
dapat memberikan anggaran di muka kepada rumah sakit untuk melayani peserta,
mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang dan biaya obat-obatan
yang penggunaannya diatur sendiri oleh pemimpin rumah sakit (metoda pembayaran
prospektif) (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 24 ayat 2).
8) Badan penyelenggara jaminan sosial
menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan
kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis
habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal
25 dan penjelasannya) .
9) Dalam pengembangan pelayanan
kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial menerapkan sistem kendali mutu,
sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan
kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya ). Untuk
jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta
dikenakan urun biaya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2).
B. Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Pengertian
Rujukan
adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan masyarakat
dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal
maupun horizontal meliputi sarana, rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan
operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan bahan
pemeriksaan laboratorium (Permenkes 922/2008).
Sistem Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab, timbal balik
terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal atau
horizontal, dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang ke unit yang lebih
mampu dan wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh fasilitas kesehatan.
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi
daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang terstuktur
sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi.
Di negara Indonesia sistem rujukan
kesehatan telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan
pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan
mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya.
2. Tujuan
Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan
memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu, sehingga tujuan pelayanan
tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal.
Adapun tujuan dari regionalisasi sistem rujukan
adalah :
a. Mengembangkan Regionalisasi Sistem Rujukan
berjenjang di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b. Meningkatkan jangkauan pelayanan
kesehatan rujukan
c. Meningkatkan pemerataan pelayanan
kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin
d. Mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan rujukan
3.
Manfaat
a. Dari sudut
pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy
maker), manfaat sistem rujukan adalah membantu penghematan dana, karena
tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana
kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; memudahkan pekerjaan
administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
b. Dari sudut
masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health
consumer), manfaat sistem rujukan adalah meringankan biaya pengobatan,
karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang; mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas
fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
c. Dari sudut kalangan
kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas
jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti
semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin; memudahkan atau meringankan beban
tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Adapun manfaat dari regionalisasi sistem rujukan
adalah :
a. Pasien tidak berkumpul dan menumpuk di RS besar tertentu
b. Pengembangan seluruh fasyankes di
Provinsi dan kabupaten/Kota dapat direncanakan secara sistematis, efisien dan
efektif.
c. Mendekatkan akses pelayanan masyarakat
di daerah terpencil, miskin, dan pperbatasan ke pusat rujukan terdekat.
d. Regionalisasi rujukan dapat
dimanfaatkaan untuk pendidikan tenaga kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan
Regional.
4. Ketentuan Umum
a. Pelayanan kesehatan perorangan
terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Pelayanan kesehatan tingkat
kedua; dan
3) Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga.
b. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis
atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.
d. Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh
dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
e. Dalam menjalankan pelayanan
kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib
melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku
f. Peserta yang ingin mendapatkan
pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam
kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
g. Fasilitas Kesehatan yang tidak
menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing
terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada
kelanjutan kerjasama
h. Pelayanan rujukan dapat dilakukan
secara horizontal maupun vertikal.
i. Rujukan
horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap
j. Rujukan
vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
k. Rujukan vertikal dari tingkatan
pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan
apabila:
1) pasien membutuhkan pelayanan
kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2) perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
l. Rujukan vertikal dari tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan
apabila :
1) permasalahan kesehatan pasien
dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya;
2) kompetensi dan kewenangan
pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien
tersebut;
3) pasien membutuhkan pelayanan
lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih
rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang;
dan/atau
4) perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan
5. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
a. Sistem
rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
1) Dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
2) Jika diperlukan pelayanan
lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan
tingkat kedua
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua
di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4) Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes
sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan
kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
c. Ketentuan
pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
1) terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
2) bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
3) kekhususan permasalahan kesehatan
pasien;
untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan lanjutan
4) pertimbangan geografis; dan
5) pertimbangan ketersediaan
fasilitas
d. Pelayanan
oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau
perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat
melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
e. Rujukan
Parsial
1) Rujukan parsial adalah pengiriman
pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka
menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
2) Rujukan parsial dapat berupa:
a) pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan
b) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan
penunjang
3) Apabila pasien tersebut adalah pasien
rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan
perujuk.
Adapun untuk alur sistem rujukan regional adalah :
a. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan
berjenjang yang dimula darp Puskesmas,
Kemudian RS kelas D atau RS Pratama atau Balai , RS kelas C atau Balai,
selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
b. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan
rawat jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari
dokter disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau
kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
c. RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS Kelas B
atau RS kelas A antar lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan.
6. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
a. Untuk
dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum
komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar
tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat
melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan komunikasi
yang tersedia agar:
1) Faskes
perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
2) Faskes
tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien
sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan
medis.
b. Forum
Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS
Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC)
dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan
7. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
a. Ka
Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Ka
Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
c. Menteri
bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta : Kementerian Kesehatan
RI.
Kementerian Kesehatan RI.2013. Bahan Paparan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaringan Sosial Nasional.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
BPJS Kesehatan.2013.Panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang.[internet].
Available from: <http://binsos.jatengprov.go.id/file%20pdf/rujukan.pdf> [Accessed 06 Oktober 2014].
Dinas kesehatan Provinsi
Jawa Barat.2013. Situasi Terkini Kesiapan Jawa
Barat Dalam Menyongsong Implementasi JKN
Tahun 2014 [internet].
Available from: <http://www.fk.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/SITUASI-TERKINI-KESIAPAN-JAWA-BARAT-DALAM-MENYONGSONG-IMPLEMENTASI-JKN-TAHUN-2014-dr.Hj_.ALMALUCYATIM.Kes_.M.Si_.MH_.Kes_.pdf>
[Accessed 06 Oktober 2014].
Gubernur Jawa Barat.2011. Draft Pergub Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehaatan. [internet]. Available from: <https://id.scribd.com/doc/238406452/Draft-Pergub-Sistem-Rujukan-Pelayanan-Kesehatan> [Accessed 06 Oktober 2014].
Kementerian Kesehatan RI ,2013.Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong
Jaminan Kesehatan Nasioanal. [internet]. Available from: <buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc....>
[Accessed 06 Oktober 2014].
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home